“Ya sudah.. nggak apa-apa, asal bang Partodi jangan macam-macam ya..,” kata Kristin. Ia sadar tak bisa menyalahkan Partodi. Dan lagi benar apa Partodi bahwa itu sangat alami dan Kristin juga merasakan hal yang sama, ada kenikmatan menjalari tubuhnya setiap kali gerakan bergesek ia lakukan. Pikirnya, perampokan bank yang menyebabkan mereka berdua berada dalam posisi terikat seperti itu, dan mereka harus bersama kompak melepaskan ikatan tersebut. Kristin kembali memusatkan pikirannya pada upaya melepaskan lakban. Ia kembali menggerakan tubuhnya menggesek tubuh Partodi dari atas ke bawah dan sebaliknya dari bawah ke atas, agar ikatan lakban melonggar. Upayanya cukup berhasil, kini jarak gesekan sudah bisa lebih jauh menandakan lakban mulai longgar elastis. Bagian perut Kristin sudah bisa menjangkau perut Partodi bagian atas, Kristin berusaha terus menjejak lantai agar tubuhnya terdorong naik lebih jauh. “Ehmm bu.. coba lagi ke bawah.. terus dorong lagi ke atas.. sudah mulai longgar lakbannya..,” suara Partodi semakin parau. Tubuh Kristin yang terdorong ke atas membuat penis Partodi kehilangan sentuhan, sebab selangkangan Kristin kini sudah diatas melewati ujung penisnya. Kristin setuju dengan Partodi, mungkin gerakan harus kembali ke bawah lalu kembali lagi ke atas sehingga ikatan lakban makin molor elastis. Tapi gerakan ke bawah yang dilakukan Kristin justru membuat keadaan mereka berdua berubah. Pikiran masing-masing milau terpecah antara kenikmatan yang mulai dirasakan atau upaya melepas lakban. “Enghhh..,” Kristin melenguh kecil. Ia merasakan ujung penis Partodi menyentuh CD yang dipakainya. Panis Partodi yang sudah sangat tegang terdoring keluar dari balik celana kolornya, lantaran gesekan membuat kolornya melorot. Kini, setiap gerakan Krsitin membuat koneksi ujung penis Partodi kian terasa mendorong-dorong CD Kristin. Rasa nikmat kekenyalan itu terasa semakin sering di bibir vagina Kristin yang terhalang CD. Kristin terus berupaya memecah pikirannya agar tetap konssntrasi beregerak demi melepas ikatan lakban, tapi semakin bergerak dan semakin gesekan terjadi membuah gairah seksualnya terdongkrak naik. Lama-lama ia merasakan Cdnya membasah oleh cairan vaginannya sendiri. Apalagi, dari bawah Partodi juga terus bergerak berusaha melepaskan ikatan lakban ditanganya yang tertindih ke belakang. Hal ini membuat erotisme tersendiri dirasakan Kristin. “Enghh.. ahhss..,” Kristin mendesah dan menghentikan gerakannya. Ia menyadari kini posisi sudah sangat gawat. Gerakan-gerakannya justru mengantar ujung penis Partodi mengakses bibir vaginanya lewat sisi kiri CD-nya. Kristin merasakan kepala penis Partodi sudah berada tepat di tengah bibir vaginanya yang basah dan sudah tidak terhalang CD yang kini melenceng ke samping. “Hmm.. bu, kenapa berhenti.. sudah hampir lepas ikatannya nih..,” Partodi terus bergerak berusaha melepas ikatan tangannya. Tapi ia juga merasakan penisnya sudah menyentuh kulit vagina Kristin secara langsung, karena sisi CD kristin yang membasah tergeser ke samping. Kristin berusaha mengembalikan konsentrasinya, dan berusaha menjejak kaki ke lantai agar tubuhnya naik dan vaginanya menjauh dari penis Partodi. Namun upayanya gagal, kini ikatan lakban justru mengancing posisi itu, Kristin tak mungkin naik, hanya bisa turun ke bawah beberapa kali lalu naik lagi setelah ikatan melonggar kembali. Kristin mulai putus asa. Ia harus bisa lebih cepat melepaskan ikatan lakban itu sebelum penis Partodi mengakses lebih jauh vaginanya. Pikiran sadarnya masih berjalan dan menyadari sesaat lagi ia akan disetubuhi Partodi, dalam keadaan terpaksa begitu. Konsentrasi Kristin gagal. Gerakan Partodi dari bawah membuat kepala penisnya mulai masuk membelah bibir vagina Kristin. “Ough..,” Partodi tak kuasa menahan desah kenikmatan merasakan kepala penisnya menguak bibir vagina Kristin. Ia terus bergerak berusaha melepas ikatan ditangannya yang tertindih tubuh, tapi setiap gerakannya membuat kepala penisnya mulai bermain keluar masuk di bibir vagina Kristin. Hal itu memberi sensasi kenikmatan pada Kristin, ia masih berusaha diam diatas tubuh Partodi sampai ada kesempatan menjejak kaki agar vaginanya menjauh dari penis Partodi. Kristin akhirnya berspekulasi. Sekali gerakan ke bawah, lalu sekuat tenaga menjejak kaki ke lantai tentu akan membantunya menjauhkan vaginanya dari penis Partodi. “Enghhsshh.. ahh.., bang jangan gerak duluhh.. ini nggak boleh terjadi bang, saya wanita bersuami dan abang pasti sudah beristri kan?.” kata Kristin, wajahnya bersemu merah. Tubuh dan wajah Kristin serta kulitnya yang putih mirip dengan artis Mona Ratuliu. “Iya bu.. saya juga pikir begitu. Tapi bagaimana lagi, posisi kita sulit berubah selama ikatan ini..,” jawab Partodi, ia juga menjadi serba salah dengan posisi itu. “Oke bang.. sekarang gini aja.. saya akan bergerak turun, dan mungkin itu akan terjadi.. anu abang bisa masuk ke anu saya.. tapi itu hanya sekali ya, dan saya akan mendorong ke atas membuatnya lepas lagi. Setelah itu kita konsentrasi lagi untuk melepas lakban sialan ini..,” kata Kristin dengan nafas berat. “Iya.. iya. Terserah ibu. Tapi tolong saya jangan dilaporkan ke atasan saya apalagi polisi bu. Kalau kontol saya masuk ke pepek ibu.. nanti saya dibilang memperkosa,” Partodi polos ketakutan. “Hnnggaak bang.. ini kan karena perampokan sialan itu, jadi bukan salah saya atau abang.. kita sama-sama berusaha keluar dari masalah ini kok.. sekarang abang diam ya.. saya akan berusaha. Ehmm… enghhmmmpp… ahssstt banngghh… ahhhkksss,” Kristin mengerakan tubuhnya bergeser ke bawah. Gerakan itu membuat bibir vaginanya yang sudah menjepit ujung penis Partodi menelan setengah penis itu. Partodi agak hitam kulitnya, tapi wajahnya manis seperti artis Anjasmara, dan badannya kekar. Penis Partodi dirasakan Kristin lebih besar dan padat dari penis Aris suaminya. Kristin merasakan sensasi nikmat saat kepala penis Partodi terbenam di vaginanya. “Ayo bu.. dorong lagi ke atas biar lepas,” Partodi khawatir karena kini penisnya sudah mulai menyetubuhi Kristin. “Iya bang.. hmmmpphh aahhss… banghhsss.. emmpphh.. ahssss,” Kristin berusaha menjejak kaki ke lantai agar tuuhnya terdorong ke atas dan penis itu lepas dari vaginanya, tapi keadaan tak berubah, ikatan lakban mengancing bagian pinggang mereka membuat Kristin tak mungkin menaikkan tubuhnya. “Akhhss.. bangghh.. gimana inihh.. ahsss..,” Kristin kembali diam tak bergerak, separuh penis Partodi yang dirasanya mebuat nafasnya semakin berat. Next Chapter -->> http://bitbin.it/4eepcgP6