Kita bisa dengan mudah sayang, suka, bahkan jatuh cinta kepada seseorang, namun belum tentu bisa menerima dia sepenuhnya. Banyak orang yang merasa yakin dan menyanggupi janji pernikahan untuk “menerima kelebihan dan kekurangan pasangan”, namun kemudian tidak sedikit juga yang bercerai karena tidak tahan dengan kekurangan pasangannya. Pernikahan dan perceraian bisa terjadi karena banyak hal. Percaya atau tidak, pernikahan dan perceraian yang dilakukan oleh sepasang suami istri bisa membawa dampak kepada banyak orang di sekitarnya, terutama anak-anak mereka. Lantas bagaimana cara untuk mengurangi kesalahan dalam memilih orang yang benar-benar tepat, agar kita tidak menyesal di kemudian hari? Ada baiknya, sebelum mengikatkan diri kepada pernikahan, lakukan langkah-langkah berikut: 1. Ketahui kekurangan pasangan kamu agar kamu dapat memutuskan apakah kamu dapat menerima kekurangan tersebut atau tidak. Umumnya, ketika sedang dalam masa awal pacaran, biasanya perasaan kita sedang berbunga-bunga sehingga kita seringkali lupa akan segalanya, terutama untuk yang baru pertama kali merasakan indahnya cinta. Semua terasa indah, bahkan “kotoran kucing pun rasanya seperti coklat”. Awalnya kita bisa menerima kekurangan-kekurangan pasangan kita. Tapi, lama kelamaan, seiring dengan berjalannya waktu dan semakin dalamnya hubungan, kekurangannya akan menjadi semakin banyak. Perlahan tapi pasti, perasaan semakin pudar, tatkala kekurangannya lebih mendominasi kelebihannya. Untuk kamu yang mencari kesempurnaan dan memasang kriteria tinggi, kamu dapat mempertimbangkannya apakah dia memang cocok untuk kamu atau tidak dan apakah kamu siap dengan segala kekurangannya? 2. Beritahu kekurangan kamu kepada pasangan. Mudah berteori, tapi pasti butuh tahap dan waktu, juga strategi. Kalau di awal sudah membongkar semua kejelekan, bisa jadi pasangan impian kamu langsung ‘jijik’ dan pergi meninggalkan kamu. Namun demikian, bukan berarti kita harus menutupi kekurangan kita, karena jika memang dia mencintai kamu, dia akan menerima kamu apa adanya. Jika tidak, lepaskan. Jika memang jodoh, pasti akan kembali. 3. Bisakah kamu “membuka diri” untuk pasangan kamu? Seseorang mungkin dapat mengatakan seribu kata cinta dan bersikap romantis kepada kamu, namun apa kamu dan pasangan kamu sudah siap untuk membuka diri dan membiarkan pasangan kamu mengetahui tentang ketakutan, pikiran, keinginan dan kekurangan masing-masing? Jika kalian merasa tidak nyaman untuk melakukan hal tersebut, coba pertimbangkan lagi, apa benar kamu dan dia sudah siap untuk menikah? Coba tanya pada diri masing-masing, apa kamu atau dia yang belum siap untuk membuka diri atau malah kalian berdua sama-sama belum siap? 4. Intropeksi diri atau mencari kesalahan? Coba telaah antara kamu dan pasangan kamu, apakah kalian bisa sama-sama intropeksi diri atau saling menyalahkan? Atau hanya satu pihak saja yang selalu intropeksi sementara yang lain menyalahkan? Jika kalian dapat saling mengalah dan intropeksi diri setelah tahu kekurangan pasangan masing-masing, maka kalian sudah selangkah lebih dekat ke jenjang pernikahan. 5. Mengenal perbedaan pria dan wanita. Pria dan wanita pada kodratnya berbeda. Pria lebih cenderung menggunakan logika dan wanita lebih menggunakan emosi. Meski di zaman yang edan ini, banyak sekali pria yang kewanita-wanitaan dan wanita yang kepria-priaan, namun percaya lah kodrat tersebut tidak dapat diubah. Wanita tidak mudah untuk memberi cintanya, namun begitu dia mencintai seorang pria secara mendalam, maka logikanya seakan mati dan dia akan memikirkan kamu walau pun kamu punya banyak kekurangan. Sedang pria, mudah untuk jatuh cinta, namun rasa cinta tersebut juga cepat hilang, terutama jika logikanya sudah tidak dapat menerima kekurangan pasangannya. 6. Mengenal bedanya penasaran, sayang, suka, cinta dan obsesi. Ini adalah hal yang seringkali sulit dibedakan oleh seseorang yang sedang berada dalam panah asmara. Tidak jarang banyak hubungan yang berakhir tragis karena mereka sendiri tidak paham akan sejatinya perasaan mereka sendiri. Kita bisa jadi penasaran pada seseorang, namun belum tentu menyayangi dan menyukainya, apalagi mencintainya. Banyak faktor yang bisa membuat kita penasaran, bisa karena kagum, tidak dihiraukan, atau karena dia memenuhi kriteria “pasangan ideal” secara fisik, sikap dan materi. Kemudian, satu tingkat di atas penasaran adalah sayang. Sayang juga ada banyak jenisnya. Sayang secara universal, sayang kepada lawan jenis dan sayang kepada orangtua atau anak kita. Di atas rasa sayang, ada suka. Suka pasti bersayarat, karena kita pasti punya alasan untuk menyukai seseorang, bisa karena fisik, kelebihan, atau harta yang dimiliki orang tersebut. Di atasnya lagi, ada cinta. Cinta adalah sebuah perasaan di mana kita yakin untuk terus bersama orang yang kita cintai dan kita siap untuk menerima segala kekurangan dan kelebihannya. Jika kita cinta pada seseorang, kita pasti sayang dan suka pada orang tersebut. Semua perasaan tersebut bisa menjadi sebuah obsesi manakala kita terlalu takut dan cemas dalam sebuah hubungan, terlalu mengidolakan atau mengejar orang tersebut. Jadi, kamu dan pasangan kamu termasuk yang mana? 7. Belajar dari pengalaman pribadi dan orangtua atau orang yang sudah berpengalaman Ada yang bilang, pengalaman adalah guru yang terbaik, pengalaman lah yang akan mengajarkan kita banyak hal dan mendewasakan kita. Semakin banyak kita putus cinta, semakin sedikit cinta yang akan kita beri selanjutnya, karena kita seringkali menjadi takut dan apatis dalam menjalin sebuah hubungan. Seringkali orangtua menasehati kita, namun saat panah asmara sudah menguasai emosi kita, logika ikut terbutakan dan tidak jarang kita merasa yakin bahwa kita tidak akan mengulang kesalahan-kesalahan seperti yang sudah diwejangkan oleh orangtua atau orang yang lebih berpengalaman. Ketakutan akan kekecewaan dan rasa apatis terhadap cinta, sebenarnya adalah pandangan yang menyesatkan. Namun sayangnya, doktrin dari teman-teman yang sering putus cinta, orangtua, atau lingkungan sekitar selalu mengarah ke sana. Jadi, banyak-banyaklah mendengar dan belajarlah dari pengalaman, bukan untuk menjadi takut dan apatis, namun untuk memperbaiki pandangan dan cara kita dalam memilih pasangan yang tepat. 8. Beri ruang bagi pasangan dan diri sendiri. Seringkali, terutama bagi mereka yang obsesif, membatasi ruang gerak pasangan dan diri sendiri. Beri ruang untuk pasangan dan diri sendiri membantu kita untuk mengerjakan hal-hal yang lebih baik dan bermanfaat. Selain itu, kita harus meluangkan waktu untuk banyak hal, pendidikan untuk yang masih sekolah, kerja untuk yang berkarir, teman-teman dan yang terpenting, orangtua yang telah membesarkan kita. Meski rasa curiga, cemburu, atau rasa cemas adalah hal yang wajar dan kita perlu mengingatkan pasangan kita, saat mereka melakukan hal dibatas kewajaran, namun jika rasa cemas, cemburu dan khawatir membuat kita menjadi tidak dapat mengerjakan hal bermanfaat lainnya, maka hubungan tersebut hanya tinggal menunggu waktu. Ruang gerak diperlukan untuk mengetahui dan memperjelas mengenai perasaan kita dan pasangan kita. Jika ternyata memang pasangan kita beralih dan memilih yang lain, berarti dia tidak benar-benar mencintai kita. Atau bisa jadi di masa-masa penjajakan tersebut, malah kita yang berpaling dan menemukan orang yang lebih baik. 9. Rumput tetangga selalu lebih hijau. Bagi kalian, terutama yang selalu membanding-bandingkan pasangan kalian dengan mantan atau lawan jenis lainnya. Sadar lah, buka mata kalian, kalian bukan manusia sempurna, kalian juga adalah manusia biasa yang memiliki banyak kesalahan dan dosa. Kebiasaan membanding-bandingkan adalah penyakit kejiwaan yang membuat kita selalu merasa tidak puas dan melihat “rumput tetangga” yang menurut kita lebih hijau, walau tidak jarang pada akhirnya kita menyesal dan kehilangan orang yang sebenarnya lebih baik dan tepat. Memilih boleh saja, selama ada pilihan, namun ingat, siap-siap untuk dicubit, jika kalian ingin mencubit. Karma itu ada. Jadi, jangan menyakiti pasangan kalian jika tidak ingin disakiti. Rumput tetangga boleh lebih hijau, tapi belum tentu lebih baik. 10. Bisakah kalian saling berpartisipasi dalam kehidupan pasangan kalian? Banyak pasangan suami istri menikah dan kemudian pernikahan mereka terasa hambar, karena tidak jarang mereka berjalan masing-masing. Misalnya saja jika suami istri tersebut beda kegemaran dan selera dan tidak menyukai kegemaran dan selera pasangannya. Mereka tidak dapat saling mengisi dan berpartisipasi dalam kehidupan pasangannya. Kebanyakan pasangan suami istri, melakukan peran mereka secara umum saja, namun kurang memperhatikan pasangannya, ini lah yang kemudian dapat menjadi pemicu rasa tidak nyaman dan memudarkan perasaan cinta, bahkan komitmen pernikahan. Sebuah contoh sederhana dari sebuah cerita yang pernah saya baca. Sepasang suami istri, melakukan tugasnya dengan baik. Sang istri adalah seorang ibu rumah tangga yang baik dan mengerjakan semua pekerjaan rumah sampai larut malam, sedang suami adalah seorang yang workaholic dan selalu pulang larut malam. Mereka hanya melakukan tugas dan kewajiban mereka, namun mereka tidak menyediakan waktu dan masuk ke dalam kehidupan pasangannya. Pekerjaan dan kewajiban peran suami juga istri dalam rumah tangga memang penting, namun yang terpenting adalah bagaimana dapat saling mengisi dan menikmati saat-saat bersama pasangan kita. Walau terlihat sepele, namun bisa jadi sangat bermakna. Mungkin bagi kebanyakan wanita, menonton pria bermain game adalah sesuatu yang membosankan, sama membosankannya dengan seorang pria menemani wanita berbelanja, tidak dapat dipungkiri. Lantas bagaimana mengatasinya? Ajak mereka untuk terlibat langsung dalam aktivitas dan hobi kita. Misalnya saja, saat sedang berbelanja, libatkan pasangan kita dalam memilih, asal jangan malah berkelahi karena perbedaan pendapat. Lantas bagaimana jika ternyata kalian memiliki selera yang berbeda dan sering berkelahi karena perbedaan tersebut? Mungkin kalian bisa membicarakan topik lain yang tidak bersangkutan dengan hobi kalian atau belajar lebih menghargai pendapat pasangan kalian dan mengalah. 11. Belajar merelakan dan menerima. Jika suatu saat, ketika kamu ditinggalkan oleh orang yang benar-benar kamu cintai, maka relakan lah dan jalani hidup seperti sebelum kamu bersamanya. Lagi-lagi sebuah teori yang mudah diucapkan namun sulit dilaksanakan. Mudah untuk jatuh cinta, tidak butuh waktu yang lama, namun untuk melupakannya, mungkin butuh waktu sampai kita menutup mata. Percaya lah, merelakan seseorang akan lebih baik daripada memaksanya untuk terus bersama kita, karena kita juga tidak akan bahagia, untuk apa kamu mendapatkan sebuah raga kosong tanpa jiwa? Bisa dipastikan, hubungan yang dipaksakan, tidak akan berakhir bahagia. Dalam hidup, akan ada yang datang dan pergi, dalam segala hal. Yang perlu kita lakukan adalah beradaptasi dan membuka hati dan pikiran, jangan terus fokus kepada masalalu. Show must go on. Untuk sukses, kita harus berjuang mati-matian, jatuh bangun untuk mencapainya. Sama halnya dengan mencari pasangan hidup yang tepat. Pada akhirnya kita mungkin akan melewati beberapa orang yang tidak cocok dan memang bukan jodoh kita, agar kita belajar dari kesalahan dan pengalaman untuk memilah dan mendapatkan pasangan hidup yang tepat. 12. Jangan terburu-buru untuk menikah Jika kalian merasa semua kriteria di atas telah terpenuhi, maka sudah saatnya membicarakan hal yang lebih serius yaitu menikah. Menikah butuh kesiapan fisik dan mental, juga materi. Semua tidak dapat terpisahkan, ada banyak pasangan yang bercerai karena masalah finansial sampai masalah mengurus anak. Ada baiknya, sebelum melaksanakan pernikahan, kamu dan pasangan kamu sudah berkomitmen dan mempersiapkan langkah kalian setelah menikah dan menyiapkan segala kebutuhannya. Misalnya saja perencanaan ingin punya anak berapa, bagaimana tabungan atau investasi yang ingin diambil untuk biaya pendidikan anak nantinya dan sebagainya. Pernikahan harus lah berdasarkan logika dan komitmen, jangan semata-mata hanya berdasarkan emosi atau “suka sama suka”, karena rasa suka bisa hilang, rasa cinta bisa pudar, namun jika logika, komitmen dan perasaan telah menjadi dasar sebuah pernikahan, maka hubungan tersebut bisa bertahan lama. Memilih pasangan yang tepat bukan perkara mudah. Hidup tanpa kekasih memang menyedihkan, tapi akan lebih menyedihkan jika menghabiskan sisa hidup bersama orang yang tidak tepat. Memilih lah selagi bisa memilih, sebelum terlambat dan menyesal. Ingat, hidup adalah pilihan, masa depan adalah konsekuensi dari perbuatan kamu di masa sekarang dan masa lalu. Hanya kamu lah satu-satunya orang yang bisa menentukan kebahagiaan dan jalan hidupmu. Note: Tulisan di atas murni karya saya pribadi. Untuk saran atau kritik dan tanya jawab, silakan isi di kolom komentar. Silakan copy paste, namun tetap santun dengan cara memasukkan nama dan email penulis. Semoga tulisan saya dapat membantu pembaca terutama untuk kalian yang belum menikah agar lebih cermat dalam memilih pasangan hidup. Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/ryukiseki/tips-memilih-pasangan-yang-tepat-sebelum-menikah_54f6abeea33311ea5a8b45d6