Merdeka.com - Sejumlah warga muslim Rohingya yang mengungsi akibat kekerasan militer Myanmar di Negara Bagian Rakhine menyampaikan kesaksiannya tentang apa yang telah terjadi di wilayah konflik itu. Seorang pria bernama Abdul Rahman, 41 tahun, mengaku dia mengungsi dari desa Chut Pyin setelah desanya diserang selama lima jam oleh militer Myanmar. Rahman mengatakan kepada lembaga kemanusiaan Fortify Rights, sekelompok warga Rohingya dikepung dan diikat di dalam sebuah gubuk bambu lalu dibakar. "Kakak saya dibunuh, dia dibakar (tentara Myanmar) bersama teman-temannya," kata dia, seperti dilansir laman the Independent, Ahad (3/9). "Kami melihat jenazah anggota keluarga di ladang. Ada bekas luka sayatan dan lubang peluru di tubuh mereka." "Dua keponakan saya kepalanya dipenggal. Yang satu berumur enam tahun dan satu lagi sembilan tahun. Adik ipar saya ditembak." Warga lain bernama Sultan Ahmad, 27 tahun, memberi kesaksian serupa. "Sejumlah orang dipenggal dan luka disayat. Kami bersembunyi di dalam rumah ketika warga dari desa lain memenggal orang-orang," kata dia. Para penduduk desa yang selamat juga menceritakan kejadian tidak jauh berbeda. "Otoritas Myanmar tidak bisa melindungi warga. Tekanan internasional sangat diperlukan," kata Matthew Smith, kepala Fortify Rights. Foto satelit dari kelompok pembela hak asasi Human Rights Watch (HRW) memperlihatkan ada 700 bangunan dibakar habis di desa Rohingya, Chein Khar Li. "Foto satelit terbaru memperlihatkan kerusakan total sebuah desa muslim dan kondisi ini menggambarkan parahnya situasi di Negara Bagian Rakhine. Kondisinya boleh jadi lebih buruk dari yang kita bayangkan," ujar Phil Robertson, wakil direktur HRW Asia. [pan]