[Text Chapter] Bleach 570. Closer.. Closer…


SUBMITTED BY: Guest

DATE: Feb. 26, 2014, 12:44 p.m.

FORMAT: Text only

SIZE: 9.7 kB

HITS: 891

  1. Akhirnya, pertarungan antara Kuchiki dan Aes Noedt yang mencapai titik akhirnya. Aes Noedt mulai menggunakan kekuatan penuhnya, tubuhnya berpilin, mengembang, hingga memecah menjadi sosok raksasa yang menjijikkan. Rukia hanya tercengang, berbanding terbalik dengan Byakuya yang hanya terlihat acuh melihaht sosok itu.
  2. Hatinya sama sekali tak bergeming, bahkan tak secuil rasa takutpun tak menghinggapi hatinya kali ini, sama sekali tidak.
  3. “Lihatlah. Rukia.” Gumam Byakuya. “Yang kau lihat padanya bukan rasa takut. Kalau kau tak punya rasa takut dalam hatimu yang kau bisa lihat tercermin dari wajahnya adalah wajah yang ketakutan.”
  4. Rukia termenung. Walaupun perkataan Byakuya begitu rumit. Namun, otak perempuan ini dapat menangkapnya dengan jelas. Rukia menghela nafas pelan. Matanya memicing sembali melangkahkan kaki mendekati sang monster. Tangannya teracung, tepat mengarahkan zanpakutounya pada sang musuh.
  5. “Bankai.” Reiatsu di sekitarnya bergejolak. Semakin pekat begitu saja. Zanoakutou perempuan ini berpendar, semakin putih menyilaukan mata. Hingga, tercipta pilar putih yang bersinar menjulang ke langit Soul Society.
  6. “Hakka no Togame.”
  7. Cahaya putih masih menyeruak dipandangan mata. Tak ada yang dapat memandang, mata begitu silau untuk dibuka. Namun, Aes Noedt, yang berdiri tepat di hadapan Rukia, dapat merasakan dengan kekuatan bankai itu. Tubuhnya kembali menggigil, kedingingan dan ketakutan. Walau begitu, betisnya tak dapat bergetar karena rasa tubuhnya sudah membeku dengan kecepatan yang luar biasa.
  8. “Aku masih belum mati.” Jantungnya masih berdetak lemah. Kepalanya masih bisa berpikir. Sisa-sisa kekuatannya itu membawa ingatan Aes Noedt beberapa tahun silam. Dimana dia terbaring lemah, tanpa kekuatan. Hanya ketakutan akan kematian yang menggerogoti seluruh tubuhnya.
  9. “Kenapa aku harus melewati hal yang menyakitkan begini cuma untuk hidup?” Matanya sayu, dia ingin sekali menangis, namun seakan air matanya telah kering. “Bisa hidup itu sangat tidak nyaman. Bernafas itu sangat menyakitkan. Katanya kalau aku mati aku akan pergi ke surga atau neraka—”
  10. “—Mungkin bernafas tidak menyakitkan di surga. Kurasa badan dan kepalaku tak akan terasa sakit. Semoga saja benar. Mungkin neraka lebih menyakitkan daripada ini. Kalau iya, mengerikan sekali. Aku tak mau pergi ke neraka.”
  11. Hatinya terus meracau, pikirannya tenggelam dalam ketakutan antara hidup dan matinya.
  12. “Tidak.” Mulut lemahnya masih bergumam pelan dalam penutup oksigen yang membantunya bernafas. “Aku takut. Aku takut pergi ke neraka.”
  13. “Siapa?” Sudut matanya menangkap seseorang yang berdiri di ambang pintu.
  14. “Kelihatannya kau salah satu yang selamat.” Gumam sosok berkumis tebal dengan wajah penuh iba. Yhwach, sang raja quincy itu berdiri menatap sosok Aes Noedt yang tak berdaya. “Aku akan memberimu kekuatan.”
  15. Perlahan, ingatan itu berjalan begitu cepat, menghilang dari kepala Aes Nodt. Kini, ia hanya bisa merasakan sosoknya yang sekarang. Begitu sama dengan kejadian kilas balik itu. Tubuhnya berada dalam ambang kematian, hatinya sesak karena ketakutan yang menjalri seluruh tubuhnya. Namun, kini tak ada lagi sosok penyelamat yang akan memberinya kekuatan kembali. Dia sendirian, kesepian dalam belenggu dingin itu.
  16. “Yang Mulia.” Aes Noedt ingin menangis, ingin mengadu pada tuhannya. Apadaya, mulutnya tak dapat bergerak karena beku. Apa daya, air matanya sudah membeku dalam kantungnya. Dia hanya berdiri, tegak, dengan tubuh yang perlahan hancur, perlahan hancur menjadi serpihan es. “Aku takut.”
  17. “Apa aku akan pergi ke neraka? Maafkan aku, Yang Mulia. Jangan marah. Aku takut. Aku takut merasa sakit. Aku takut disakiti.”
  18. Tak sesentipun mulutnya bergeming. Tak setitikpun airmatanya mengalir.
  19. “Aku takut, takut, takut takut. takut. takut. Aku takut. Aku ta—”
  20. Suara itupun lenyap bersama dengan tubuh Aes Noedt yang sirna menjadi serpihan es. Menjadi debu es yang lenyap terbawa angin. Di depannya, Rukia masih dalam keadaan bankainya. Reiatsu yang meluap masih terasa di sana, mengelilingi tubuhnya, berputar hingga menjadi pusaran reiatsu bak badai kecil.
  21. Namun, ada yang terlihat aneh dari sosoknya yang kini berubah drastis. Shihakusou yang dia pakai kini berubah, pita-pita panjang menghiasi punggungnya, ramputnya juga terhias oleh jepitang bunga, tangannya menggenggam Sode no Shirayuki dengan bilah bening bak kaca. Tak ada nuansa hitam dari sosok fukutaichou itu, seluruh tubuhnya berwarna putih. Dari ujung kaki hingga rambunya berkilau terang seperti putri salju yang diceritakan dalam dongeng anak sebelum lelap.
  22. Iya, Rukia tak bergerak, dirinya kini tak berbeda dengan patung es yang. Terlihat anggun walau nyawanya kini terancam bahaya. Matanya tak berkedip, mulutnya tak bergumam. Dia sama seperti Aes Noedt.
  23. Crrek!
  24. Sebuah suara pelan terdengar dari tangannya. Tangannya retak, perlahan, membesar. Hingga ada sebuah tangan lain yang menggenggamnya.
  25. “Cairkanlah perlahan-lahan. Rukia.” Ucap Byakuya pelan. Tangannya masih menggenggam erat tangan saudaranya yang membeku itu, seakan dia menyalurkan sedikit kehangatan pada tubuh Rukia. “Perlahan.”
  26. “Bankai yang mengagumkan.” Ucap pemuda berparas rupawan itu kembali. “Namun juga sangat sulit. Sedikit kesalahan bisa membunuhmu. Bankai-mu sangat berbahaya. Gunakanlah dengan hati-hati. Jangan ceroboh.—“
  27. “—Ingatlah, pedang yang digenggam oleh orang yang sekarat tak akan bisa melindungi apa pun.”
  28. Tubuh Rukia merespon setiap ucapan yang dia dengar. Tubuhnya kembali stabil, perlahan. Mulai dari kepala, suhu dalam tubuhnya mulai kembali pada keadaan normal. Walau begitu, dia hanya memandang wajah sang kakak. Mulutnya masih tak bisa di gerakkan, entah karena kaku kedinginan atau karena rasa bangganya.
  29. “Mari, Rukia.” Ucap Byakuya lagi. “ Mari lindungi Soul Society.”
  30. “Baik. Kakak.” Tak ada kata lain yang diucapkan oleh Rukia. Kakinya hanya melangkah, mengikuti Byakuya, menuju medan tempur baru.
  31. Di tempat lain, tempat para shinigami yang terluka, Isane masih melakukan tugasnya sebagai Fukutaichou Divisi Empat. Walau kini Markas Divisinya sudah berubah menjadi bangunan yang tidak dia kenal, tak ada alasan baginya untuk tidak mengobati para yang terluka.
  32. “Kotechiin!”
  33. Terdengar teriakan anak kecil dari dekat Isane. Sosok mungil itu berlari dengan membawa sesuatu. Mulutnya tertawa lepas seakan dia adalah anak kecil yang tidak mengerti akan peperangan ini. Namun, dia memang hanya anak kecil yang hanya mencari kesenangan. Kusajishi Yachiru.
  34. “Aku menemukan barang lain lagi yang bisa dipakai tidur!” Ucapnya Yachiru sambil meletakkan alas tidur di dekat Isane. “Para Quincy punya ranjang-ranjang bagus!”
  35. “Ssstt!” Isane meletakkan telunjuknya di depan mulut. Mengisyaratkan agar Fukutaichou itu memelankan suaranya. “Suara Anda terlalu kencang, Kusajishi-fukutaichou!”
  36. “Maaf karena saya meminta Anda melakukan pekerjaan yang berbahaya...”
  37. “Tenang!” Ucap Yachiru riang. “Aku juga gak ada kerjaan, berhubung Ken-chan gak balik! Lagipula waktu aku menemukan ranjang dan obat-obatan, tinggal kuambil lalu kabur! Gak berbahaya kok!”
  38. “Dia mengumpulkannya dengan cara begitu...?” Ucap Isane dalam hatinya. “Benar-benar ajaib mereka belum menemukan kita...”
  39. “"Benar-benar ajaib..."” Sebuah suara parau mengulangi ucapan Isane. “"...Mereka belum menemukan kita."”
  40. “Apa ini yang kau pikirkan?” Ucap suara yang sama dengan nada yang lebih tinggi.
  41. Isane langsung menoleh ke arah suara. Tapi tak ada siapa-siapa di sana. Tak ada seorangpun di sana. Tak ada tekanan roh siapapun di sana, benar-benar kosong.
  42. “Lihat ke mana?” Ucap suara lelaki itu. “Aku di sini!”
  43. Sosok orang tua muncul mendekap tubuh Isane dari belakang. Tangannya mengalung pada leher Isane. Sontak, Yonbantai Fukutaichou itu kaget.
  44. “Di sini. Zaa Zaa Zaa Zaaaaaa” Mulut keriputnya tertawa begitu jelek. “Lihat? Aku akan menghilang la--”
  45. Gaaaaaaaaaaaaaaak!!!
  46. Sebuah tinju tepat menghantam wajah kakek-kakek itu. Tinju Yachiru begitu kuat, hingga setets darah berhasil keluar dari mulut dan hidung kakek tak dikenal itu. Namun, lagi-lagi sosok itu menghilang.
  47. “Aneh. Aku yakin barusan aku menghajarnya...” Gumam Yachiru kelihangan sosok itu. Namun, sedetik kemudian bocah berambut merah jambu ini merasakan sesuatu yang aneh. Seakan dia kehilangan ingatan mendadak.
  48. “Menghajarnya?” ucapnya kebingungan. Dia tidak lupa kalau ingin menghajar seseorang. Namun, yang tak ada dalam ingatannya adalah sosok yang baru saja dia hajar itu. “Apa yang mau kuhajar?”
  49. Dan, dalam kebingungannya, sebuah hantaman berhasil memukul wajah Yachiru. Membuat sosok itu terpelanting begitu keras ke lantai.
  50. “Kusajishi-fukutaichou!” Teriak Isane menghampirinya. Wajahnya juga terlihat bingung dengan apa yang terjadi sana.
  51. “Zaza Zaa Zaa Zaaaaaaa” Tawa jeleknya kembali keluar dari bibir-bibir keriputnya.
  52. “Kelihatannya dia menghajarku? Tidak bisa. Kalian tidak bisa.” Ucapnya congkak. “Aku "V", Guanuel sang "Vanishing Point".* Keberadaanku akan menghilang dari pandanganmu dan dari kesadaranmu sepenuhnya.”
  53. *) Vanishing Point: Titik Hilang
  54. __________ Trans : Xaliber [English : Mangapanda]
  55. ___________ Deskrip : Angoez
  56. __ Tolong cantumkan sumber (Link Post ini) atau nama Fans Page ini bila menggunakan text version ini.

comments powered by Disqus