Pengertian Merkuri
Merkuri diberi simbol HG berasal dari bahasa Yunani yang berarti cairan perak. Merkuri merupakan unsur kimia pada tabel periodik dengan simbol Hg dan nomor atom 80. Unsur golongan logam transisi ini berwarna keperakan dan merupakan satu dari lima unsur (bersama cesium, fransium, galium, dan brom) yang berbentuk cair dalam suhu kamar, serta mudah menguap.
Beberapa sifat fisik dan kimia yang menarik dari logam tersebut adalah pada temperatur kamar 25° celcius berwujud cair, titik bekunya relatif rendah -39°C dan titik didih sekitar 357°C, mudah menguap, mudah bercampur dengan logam-logam lain membentuk logam campuran atau dalam dunia kimia biasa disebut amalgam/alooy.
3. Efek Merkuri Bagi Kesehatan
Efek merkuri pada kesehatan terutama berkaitan dengan sistem syaraf, yang sangat sensitif pada semua bentuk merkuri. Metilmerkuri dan uap merkuri logam lebih berbahaya dari bentuk-bentuk merkuri yang lain, sebab merkuri dalam kedua bentuk tersebut dapat lebih banyak mencapai otak. Pemaparan kadar tinggi merkuri, baik yang berbentuk logam, garam, maupunmetilmerkuri dapat merusak secara permanen otak, ginjal, maupun janin.
Pengaruhnya pada fungsi otak dapat mengakibatkan tremor, pengurangan pendengaran atau penglihatan dan pengurangan daya ingat. Pemaparan dalam waktu singkat pada kadar merkuri yang tinggi dapat mengakibatkan kerusakan paru-paru, muntah-muntah, peningkatan tekanan darah atau denyut jantung, kerusakan kulit, dan iritasi mata. Badan lingkungan di Amerika (EPA) menentukan bahwa merkuri klorida dan metilmerkuri adalah bahan karsiogenik.
Anak-anak lebih rentan daripada orang dewasa terhadap merkuri. Merkuri di ibu yang mengandung dapat mengalir ke janin yang sedang dikandungnya dan terakumulasi di sana. Juga dapat mengalir ke anak lewat susu ibu. Akibatnya, pada anak dapat berupa kerusakan otak, retardasi mental, buta, dan bisu. Bahkan, masalah pada pencernaan dan ginjal juga dapat terjadi.
Oleh karena itu, merkuri harus ditangani dengan hati-hati, dijauhkan dari anak-anak dan wanita yang sedang hamil. Standard yang ditetapkan badan-badan internasional untuk merkuri adalah sebagai berikut: di air minum 2 ppb (2 gr dalam 1.000.000.000 (satu milyar gr air atau kira-kira satu juta liter)). Di makanan laut 1 ppm (1 gram tiap 1 juta gram) atau satu gram dalam 10 ton makanan. Di udara 0,1 mg (miligram) metilmerkuri setiap 1 m3, 0,05 mg/m3 logam merkuri untuk orang-orang yang bekerja 40 jam seminggu (8 jam sehari).
4. Fakta Mengenai Bahaya Merkuri
Kasus tosisitas metil merkuri yang tidak pernah terlupakan oleh kita adalah “Minamata Disease” di Jepang. Berdasarkan hasil penelitian ditemukan bahwa penduduk sekitar kawasan tersebut mengkonsumsi secara rutin ikan yang berasal dari laut disekitar Teluk Minamata dan ternyata bahwa ikan telah tercemar logam merkuri yang berasal dari limbah industri plastik. Gejala keanehan mental, dan cacat saraf mulai nampak terutama pada anak-anak. Namun, gejala tersebut baru diketahui 25 tahun kemudian sejak gejala penyakit tersebut ditemukan.
Kasus yang serupa juga terjadi di Indonesia, di mana sejak tahun 1996 Perairan Teluk Buyat di Propinsi Sulawesi Utara telah dijadikan tempat perbuatan tailing oleh PT Newmont Minahasa Raya akibatnya masyara yang mengkonsumsi ikan sekitar di teluk Buyat mengalami gangguan kesehatan terutama penyakit kulit. Kegiatan penambangan seperti halnya PT NMR merupakan pengambilan logam dari sumbernya termasuk logam berat dalam pengambilan emas. Bijih primer yang terbungkus oleh mineral sufida yang kaya akan logam-logam diekstraksi untuk memperoleh emas, kemudian sulfida tersebut di buang ke alam.
Kasus serupa juga kini mengancam Kota Palu, di mana hasil pengujian laboratorium Dinas Kesehatan Kota Palu menyimpulkan, air sumur dan limbah yang berada disekitar tambang yang berada di Jalan Maleo positif mengandung mercury atau zat yang dapat mematikan. Hal ini diungkapkan Kabid pengendalian masalah kesehatan Dinkes Kota Palu. Sample air di Jalan Maleo yang diuji di Laboratorium Makasar tahun 2009 lalu, positif terkontaminasi dengan merkuri. Jika hasil lab menunjukkan 0,01 masih bisa dikatakan normal, namun saat ini hasilnya telah mencapai 0,005, berarti positif mengandung merkuri. Untuk jangka pendek reaksi merkuri memang belum terasa. Namun untuk jangka panjang, 80 persen zat ini terakumulasi tersimpan dalam badan makhluk hidup.
Berdasarkan fenomena yang ada maka kami mengetahui bahwa kegiatan penambangan bijih emas oleh masyarakat di areal penambangan emas Poboya dilakukan dengan cara amalgamasi. Cara tersebut merupakan cara konvesional untuk mengekstraksi bijih emas dengan menggunakan logam merkuri. Dengan cara ini ion Hg2+ dalam bentuk larutan dinteraksikan dengan batuan bijih emas (Au) sehingga terbentuk suatu amalgam (campuran emas terlarut dalam merkuri). Emas terlarut dalam amalgam segera terokidasi dengan cepat oleh oksigen di udara membentuk Au2O3.
Perlu diketahui bahwa Au3+, pada dasarnya berada dalam bentuk Au2O3 dimana Au2O3 tersebut sangat mudah terdekompsisi menjadi Au dan O2 pada suhu sekitar 150 C. Jika pemanasan yang lazim dilakukan penambang emas konvesional pada prinsipnya mendekomposisi Au2O3 menjadi Au (emas) dan oksigen (O2) dan sekaligus menguapkan merkuri yang masih bercampur dengan emas. Uap merkuri tersebut sangat berbahaya bagi kesehatan sebagaimana yang telah diungkapkan di atas.
Berdasarkan uraian di atas maka patut semua pihak baik masyarakat maupun penentu kebijakan untuk menyikapi hal tersebut secara arif dan bijaksana sehingga kasus Minamata dan Buyat tidak terjadi di daerah kota Palu yang kita cintai ini.
Proses pemisahan emas dengan menggunakan sianida (CN)
Pemurnian emas dilakukan dengan cara sianidasi langsung, sianidasi dengan karbon. Proses pemurnian ini didasarkan pada proses yang terdiri dari biji dengan suatu larutan natrium sianida atau suatu ekivalen sianida lalu setelah memisahkan larutan dari pengotor, presipitasi emas, biasanya dilakukan dengan zink atau aluminium dan kadang-kadang dengan logam lain.
Persamaan reaksi yang umum digunakan untuk pemisahan emas dalam larutan alkali sianida adalah:
2Au + 4CN- + ½O2 + H2O → 2[Au(CN)2]- + 2OH-
Mekanisme reaksi ini adalah mekanisme elektrokimia. Hidrogen peroksidan telah dideteksi dalam larutan sianida di mana emas telah terpisah secara cepat, dan observasi ini menunjukkan bahwa beberapa emas kemungkinan terpisah melalui sepasang reaksi yang melibatkan pembentukan pertama hidrogen peroksida.
2Au + 4CN- + O2 + H2O → 2[Au(CN)2]- + 2OH- + H2O2
Lalu hidrogen peroksida bereaksi dengan beberapa emas dan sianida.
2Au + 4CN‑ + H2O2 → 2[Au(CN)2]- + 2OH-
Hanya univalen emas yang diperoleh dalam larutan sianida, sehingga pemisahan oksigen pada tekanan atmosfer tidak dapat mengoksidasinya. Oksigen dari udara adalah agen pengoksidasi untuk memisahkan emas dalam suatu larutan sianida.
Setelah emas dipisahkan dari larutan sianida dan dari residunya, langkah selanjutnya adalah memurnikan emas sambil menyimpan larutan untuk dipakai kembali. Presipitan yang digunakan adalah zink, yang menggantikan emas dalam larutan sianida melalui suatu reaksi:
2[Au(CN)2]- + Zn → 2Au + [Zn(CN)4]2-
Presipitan lain yang dipakai adalah aluminium, yang lebih sederhana daripada zink dan meregenasi sianida secara langsung.
2[Au(CN)2]- + 3OH- + Al → 3Au + 6CN- + Al(OH)3
Emas biasanya juga dimurnikan dari larutan sianida melalui elektrolisis. Proses ini melibatkan penggunaan ;arutan alkali sianida sebagai elektrolit dalam suatu sel di mana besi merupakan suatu anoda dan aluminium pada katoda. Reaksi sel yang terjadi adalah
2[Au(CN)2]- + 2OH- → 2Au + 4CN- + H2O + ½O2
Pada proses sianidasi, logam zink akan mengendapkan emas dari larutan sianida. Dalam sianidasi dengan karbon, bijih emas dilumat menjadi bubur dan emasnya dilarutkan dalam larutan sianida. Kemudian ditambahkan karbon aktif untuk mengadsorpsi ion-ion kompleks emas. Karbon ini dipisahkan dari bubur emas dengan suatu teknik penapisan. Akhirnya emas dilepaskan dari karbon dengan memasukkan karbon dalam larutan sianida kaustik panas. Emas dipisahkan dari larutan berdasarkan reaksi:
4Au + 8CN- + H2O + O2 → 4[Au(CN)2]‑ + 4OH-
2[Au(CN)2]- + Zn → 2Au + [Zn(CN)4]2-
Emas diperoleh dari beberapa proses di atas masih dikotori oleh logam zink. Emas murni diperoleh dengan cara elektrolisis atau pelarutan pengotor dalam H2SO4 atau HNO3.
C. Dampak Yang Ditimbulkan Dari Penggunaan Merkuri dan Sianida
Elemen merkuri (Hg) berwarna kelabu-perak, sebagai cairan pada suhu kamar dan mudah menguap bila dipanaskan. Hg2+ (senyawa anorganik) dapat mengikat karbon, membentuk senyawa organomerkuri. Metil Merkuri (MeHg) merupakan bentuk penting yang menimbulkan keracunan pada manusia.
Sebagian senyawa merkuri yang dilepas ke lingkungan akan diubah menjadi metilmerkuri (MeHg) oleh mikroorganisme dalam air dan tanah. MeHg dengan cepat akan diakumulasikan dalam ikan atau tumbuhan dalam air permukaan. Kadar merkuri dalam ikan dapat mencapai 100.000 kali dari kadar air disekitarnya, jika ikan tersebut berada di lingkungan pabrik yang menggunakan logam merkuri.
1. MeHg dapat menembus plasenta.
2. Sistem saraf sensitif terhadap keracunan Hg.
3. MeHg pada ASI, maka bayi yang menyusu dapat terkena racun.
Merkuri termasuk bahan teratogenik. MeHg didistribusikan keseluruh jaringan terutama di darah dan otak. MeHg terutama terkonsentrasi dalam darah dan otak, 90 % ditemukan dalam darah merah. Efek toksisitas merkuri terutama pada susunan saraf pusat (SSP) dan ginjal, dimana merkuri terakumulasi yang dapat menyebabkan kerusakan SSP dan ginjal antara lain tremor (gerakan fluktuatif gemetar pada tubuh) dan kehilangan daya ingat. MeHg mempunyai efek pada kerusakan janin dan terhadap pertumbuhan bayi. Kadar MeHg dalam darah bayi baru lahir dibandingkan dengan darah ibu mempunyai kaitan signifikan. Bayi yang dilahirkan dari ibu yang terkena racun MeHg dapat menderita kerusakan otak dengan akibat :
1. Retardasi mental, yaitu keadaan dengan intelegensia yang kurang (subnormal) sejak masa perkembangan (sejak lahir atau sejak masa anak).
2. Tuli.
3. Buta.
4. Mikrocephali (campak).
5. Cerebral palsy.
6. Gangguan menelan makanan.
Efek terhadap sistem pernapasan dan pencernaan makanan dapat menyebabkan terjadinya keracunan yang parah. Keracunan merkuri dari lingkungan dapat mengakibatkan kerusakan berat pada jaringan paru-paru, sedangkan keracunan makanan yang mengandung merkuri dapat menyebabkan kerusakan liver.
Tepatnya setahun yang lalu, air PDAM sebagai sumber air bersih masyarakat kota Palu di kawasan penambangan emas Poboya, Kota Palu, Sulawesi Tengah, diduga tercemar sianida dan zat kimia berbahaya lain. Pencemaran air tersebut telah jauh dari ambang batas yang diperbolehkan, yakni 0,001 part per million (ppm) untuk air minum. Pencemaran itu diduga dari penggunaan sianida dan merkuri di areal pertambangan emas yang kian merajalela. Pemerintah Kota Palu didesak melakukan penertiban dan moratorium untuk menyusun tata kelola pertambangan yang ramah lingkungan.
Ternyata Selama ini limbah pengolahan emas dibuang di lembah terbuka yang dipenuhi tanaman kaktus.Data Pemerintah Kota Palu dan Kepolisian Daerah Sulteng menunjukkan, saat ini terdapat lebih dari 11.000 tromol dan sekitar 400 tong di Poboya dan sekitarnya.Tromol dan tong adalah peralatan untuk memisahkan butiran emas dari pasir, tanah, dan bebatuan. Dalam operasionalnya, tromol menggunakan merkuri. Adapun tong menggunakan sianida
Larutan Natrium Tiosulfat (Na2S2O3)
Larutan natrium tiosulfat (Na2S2O3) termasuk dalam larutan baku sekunder, oleh karena itu, larutan yang akan digunakan dalam titrasi perlu distandardisasi terlebih dahulu. Hal ini disebabkan kestabilan larutan ini mudah dipengaruhi oleh pH rendah (<5), sinar matahari, dan adanya daya bakteri yang memanfaatkan sulfur (S). Pada pH yang rendah (<5), kestabilan larutan natrium tiosulfat (Na2S2O3) akan terganggu sebab S2O32- akan mengalami penguraian menurut reaksi berikut :
S2O32- + H+ D HS2O3- D HSO3- + S ¯
Reaksi penguraian yang terjadi pada S2O32-ini berjalan lambat, maka kesalahan pada waktu titrasi tidak perlu dikuatirkan walaupun larutan yang dititrasi bersifat cukup asam, asal titrasi dilakukan dengan penambahan titran yang tidak terlalu cepat. Selain disebabkan adanya reaksi penguraian S2O32-, ketidakstabilan larutan natrium tiosulfat (Na2S2O3) juga dipengaruhi oleh adanya aktivitas dari bakteri yang menyebabkan terjadinya perubahan S2O32- menjadi SO3-, SO42-, dan S↓. S ini tampak sebagai endapan koloidal yang membuat larutan menjadi keruh ( tanda bahwa larutan harus diganti ). Untuk mencegah aktivitas dari bakteri, pada pembuatan larutan natrium tiosulfat (Na2S2O3) hendaknya digunakan air yang sudah dididihkan atau dapat pula ditambahkan pengawet seperti khloroform, natrium benzoat, atau HgI2.
Standarisasi larutan natrium tiosulfat (Na2S2O3) biasanya menggunakan larutan KIO3 yang mempunyai kemurnian yang tinggi, sehingga cukup memenuhi syarat sebagai larutan baku primer. Namun sebagai baku primer KIO3 juga mempunyai kelemahan yaitu mempunyai berat ekivalen yang cukup rendah yaitu sebesar 35,67.