“BISA gak ya aku bikin novel tanpa perlu menulis satu katapun?” Ini khayalan sejumlah orang yang ingin menerbitkan buku namun malas atau merasa gak mampu menulis. Namun tahukah Anda, khayalan yang terkesan menggelikan itu sebenarnya bukan khayalan? Anda bisa menerbitkan buku, baik fiksi maupun non fiksi, tanpa perlu menulis.
Gimana caranya? Dengan sulap? Dengan sihir? Haha. Anda gak perlu Deddy Corbuzier atau Harry Potter untuk membuat buku tanpa menulis.
Setidaknya ada dua cara bikin buku tanpa perlu menulis. Yakni cara berbayar dan gratisan.
1. Cara berbayar
Ini hanya bisa dilakukan oleh mereka yang punya uang berlebih. Caranya, Anda membayar pihak lain untuk membuatkan atau menuliskan naskah. Selanjutnya buku itu dipublikasi menggunakan nama Anda. Simpel kan?
Di Kindle Amazon, banyak ‘penulis’ yang menerbitkan buku dengan memanfaatkan pihak ketiga yang bisa nulis. Tentu ada harganya. Saat ini banyak situs yang menyediakan jasa profesional untuk membuat buku. Situs yang paling populer adalah odesk.com, elance.com dan fiverr.com. Untuk fiverr, Anda bisa mendapatkan naskah mulai dari 5 dolar. Untuk elance dan odesk, biasanya harga dihitung berdasarkan jumlah kata. Harga untuk naskah fiksi dan non fiksi berkisar pada puluhan hingga ratusan dolar.
Saya sendiri belum pernah mencoba cara ini (karena untuk hal ini saya memang tergolong ‘pelit’, hehehe). Namun saya mengenal beberapa teman yang mempublikasi bukunya di Kindle Amazon, bukunya laris, dan naskahnya dibuat pihak lain.
2. Cara gratisan
Metode ini mungkin yang paling cocok untuk orang Indonesia. Bayangkan jika Anda bisa bikin buku tanpa perlu menulis, dan tanpa biaya. Betapa enaknya.
Bagaimana caranya? Dengan menggunakan naskah yang disebut public domain, yakni naskah-naskah yang menjadi milik publik, atau naskah yang tidak memiliki hak cipta. Ada beberapa pendekatan untuk menggunakan naskah semacam ini.
a. Memanfaatkan publikasi pemerintah
Secara berkala, pemerintah, baik pusat maupun daerah mengeluarkan brosur atau panduan untuk masyarakat. Biasanya brosur atau panduan ini tidak memiliki hak cipta, karena memang dimaksudkan untuk memberi pencerahan kepada masyarakat. Anda bisa menggunakan materi semacam ini, dan mengolahnya menjadi buku.
Tentu, Anda harus memilih tema yang kira-kira bisa dijual. Tema yang bisa dijual dan bisa didapatkan dengan gratis adalah pariwisata. Juga kesehatan. Dan perundang-undangan.
Di sejumlah provinsi atau kabupaten/kota, biasanya Dinas Pariwisata rutin mempublikasi brosur panduan wisata. Anda bisa mengolah brosur ini menjadi buku. Bisa dengan mengumpulan brosur dari berbagai daerah, dan menjadikan buku. Sebaiknya Anda melengkapinya dengan judul yang menarik, misalnya ‘33 Obyek Wisata Terindah di Pulau Jawa’. Anda bisa melengkapi naskahnya dengan foto. Sebaiknya fotonya diabadikan secara langsung dan bukan copas dari paman Google, hehehe…
Anda juga bisa menambahkan semacam kata pengantar, atau panduan singkat. Selebihnya tinggal mengcopas saja dari brosur yang sudah ada.
Jika naskahnya sudah rampung, Anda bisa menambahkan hak cipta pada buku itu. Artinya pihak lain tak bisa memperbanyak naskah buku itu tanpa seijin Anda. Makanya sangat penting untuk membuat buku itu menjadi unik, misalnya dengan menambahkan foto.
b. Hak cipta kedaluwarsa
Alternatif lain, Anda bisa menggunakan naskah buku yang hak ciptanya sudah kedaluwarsa. Menurut wikipedia, hak cipta untuk naskah di Indonesia berlaku selama pengarangnya masih hidup, ditambah 50 tahun. Artinya, naskah buku yang hak ciptanya sudah kedaluwarsa adalah yang dipublikasi 51 tahun lalu, atau tahun 1962. Buku-buku yang diterbitkan hingga tahun 1962 biasanya hak ciptanya sudah habis.
Tentu, tetap ada kemungkinan hak ciptanya diperpanjang, atau dipegang oleh ahli waris. Saya tidak tahu pasti namun rasa-rasanya sejumlah karya sastra terkenal di Indonesia, terutama yang diterbitkan Balai Pustaka, hak ciptanya masih berlaku atau masih dipegang oleh ahli waris.
Bagaimana caranya mendapatkan naskah buku yang hak ciptanya sudah habis? Anda bisa mendatangi perpustakaan dan mencari buku-buku lama. Tak hanya buku. Anda juga bisa melihat majalah yang diterbitkan sebelum tahun 1962. Biasanya majalah dilengkapi rubrik cerita pendek atau puisi. Anda bisa mengcopas puisi dan atau cerpen itu, dan membuat antologi dan diterbitkan.
Anda juga bisa mempublikasi karya sastra kuno, seperti Negara Kertagama dan yang sejenisnya yang tak memiliki hak cipta (naskah Negara Kertagama bisa diminta ke paman Google. kayaknya beliau punya, hehe)
c. Modifikasi cerita rakyat
Anda mungkin pernah menyaksikan tayangan sinetron di televisi yang berjudul Joko Tingkir, Damarwulan, Ken Arok dan Ken Dedes, Gajah Mada dan sebagainya. Anda mungkin merasa bingung kenapa kisah di sinetron itu beda dengan yang pernah anda baca. Kenapa ceritanya bisa berbeda? Karena kisah Joko Tingkir, Damarwulan dsb itu termasuk cerita rakyat yang tak memiliki hak cipta. Jadi semua pihak bisa saja memodifikasi kisah ini, dan meraup profit dari hasilnya.
Sebagai contoh, saya pernah punya ide untuk membuat kisah Joko Tarub dengan pendekatan fiksi ilmiah. Jadi ceritanya ‘bidadari’ yang mandi itu sebenarnya adalah alien perempuan yang merasa kepanasan di kapal induknya dan memutuskan mandi di planet bumi. Dan baju yang dicuri Jaka Tarub sebenarnya adalah peralatan terbang si alien cewek. Si alien cewek yang gak bisa terbang ke kapal induknya lalu menikah dengan Jaka Tarub. Dan keturunan mereka adalah separuh manusia separuh Alien, hehehe. Emang bisa? Bisa saja, karena Jaka Tarub merupakan cerita rakyat yang tak punya hak cipta. Siapapun bisa memodifikasinya (mungkin kapan-kapan bagus juga jika kisah Jaka Tarub versi fiksi ilmiah ini dibikin di Kompasiana ya? Hahaha).
Intinya, Anda bisa membuat buku dengan memodifikasi cerita rakyat populer. Dan profit dari penjualan buku itu menjadi milik Anda sepenuhnya.
d. Menerjemahkan karya klasik
Jika Anda punya kemampuan menerjemahkan naskah dari bahasa Inggris, Anda bisa melakukannya dengan menerjemahkan karya klasik terkenal yang tak lagi memiliki hak cipta. Semua karya klasik populer seperti Adventures of Huckleberry Finn (Mark Twain), Pride and Prejudice (Jane Austen), Les Misérables (Victor Hugo), The Adventures of Sherlock Holmes (Arthur Conan Doyle), Alice’s Adventures in Wonderland (Lewis Carroll), Grimms’ Fairy Tales (Jacob Grimm and Wilhelm Grimm), The Adventures of Tom Sawyer (Mark Twain), The Kama Sutra of Vatsyayana (Vatsyayana), Moby Dick; Or, The Whale (Herman Melville), The Divine Comedy (Dante), Peter Pan (J. M. Barrie), A Tale of Two Cities (Charles Dickens), The Republic (Plato), Dracula (Bram Stoker), Gulliver’s Travels (Jonathan Swift), War and Peace (Leo Tolstoy), The Iliad (Homer), Sense and Sensibility (Jane Austen) dan lain sebagainya tak lagi memiliki hak cipta. Jadi Anda bisa menerjemahkannya, membuat buku dan menjual untuk mendapatkan profit.
Dari mana bisa mendapatkan naskah buku klasik ini? Di internet banyak situs yang menyediakan buku klasik dalam format digital. Salah satu yang paling populer (yang juga sering aku pakai) adalah Gutenberg. Hingga saat ini ada lebih dari 42.000 naskah dalam format ebook di Gutenberg yang tak lagi memiliki hak cipta, yang bisa dikomersilkan siapa saja.
***
Tentu aja, untuk bisa menerbitkan buku dengan metode di atas, Anda tetap harus menulis, hehehe. Setidaknya Anda harus membuat pengantar. Jika materi diambil dari naskah tempo doeloe, Anda harus menyesuaikan ejaannya.
Jika memodifikasi cerita rakyat, tentu Anda harus menulis. Jadi frase pada judul di atas yakni tanpa perlu menulis sepatah kata realitanya tidak seperti itu, haha. Tapi setidaknya, Anda bisa menulis lebih mudah karena tinggal memodifikasi.
Oh ya, metode ini memang hanya berlaku bagi Anda yang ‘malas’. Jika ingin membuat naskah yang benar-benar baru dan orisinil, tentu tak masalah. Semua tergantung Anda.
Jadi, siapa bilang bikin buku itu sulit?